Belajar Kapita Selekta Politik
Dalam memahami kapita selekta politik, terlebih dahulu kita harus mengerti dengan apa yang dimaksud politik itu sendiri. Plato dan Aristoteles ( masa Yunani Purba) melihat bahwa kata Politik berasal dari bahasa Yunani purba yaitu “polis” adalah organisasi yang bertujuan memberikan kepada warga negaranya “kehidupan yang baik” (Isywara, Pengantar Ilmu Politik, 1980:2). Jadi, kata Polis menjamin bagi kehidupan yang baik bagi warga negaranya, dan polis itu juga perlu dipertahankan demi kehidupan yang baik itu pula. Dapat disimpulkan politik itu sebenarnya sebagai perangkat untuk membangun kehidupan masyarakat yang baik dari berbagai hal. Webster new collegiate dictionary, kata state dapat diartikan sebagai city state atau negara kota dan the art andscience of government atau seni dalam ilmu pemerintahan. Jadi politik itu sendiri adalah seni, atau kekuasaan yang berhubungan dengan pemerintahan di suatu negara. Ilmu politik sekaligus bertalian dengan hubungan antar individu satu dengan lainya, individu dengan kelompok atau kelompok dengan negara, dan hubungan negara dengan negara. Sehingga dapat disimpulkan politik membahas negara, kekuasaan dan keberadaan warga negara (G.H.Jacobsen dan W.H.Lipman dalam Sukarna, 1981:14)
Dalam memahami ilmu politik Gejala politik tidak selalu menjadi fakta politik (yang belum dan sesudah terjadi) sedangkan apa yang terlihat seringkali tidak mencerminkan apa yang sesungguhnya terjadi. Karena itu, untuk memahami politik sebagai ilmu diperlukan metode tersendiri, sehingga hal tersebut menimbulkan beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami politik. Pada masa Perjuangan kemerdekaan RI ada 2 kelompok masyarakat pada masa itu, yaitu: (1) masyarakat yang siap berjuang secara politis membela tanah air dan rela berjuang jiwa dan raga, (2) masyarakat yang enggan ambil bagian dalam perjuangan tersebut. Bagi para pejuang kemerdekaan, politik merupakan kelezatan (H.O.S. Tjokroaminoto, Abdoel Moeis, Agus Salim, Soekarno, dll), mereka beranggapan bahwa siapapun yang menyebutkan dirinya bangsa Indonesia harus terjun dalam kancah perjuangan politik tersebut. Betapa hebatnya mereka menggerakkan rakyat untuk jangan buta politik, jangan takut politik, dan jangan berdiam diri dengan keadaan politik yang dihadapi pada masa itu. Sebaliknya hal ini ternyata berbeda jika kita tanyakan kepada mereka yang enggan turut dalam perjuangan, perkataan politik akan merupakan momok yang menakutkan, sehingga mereka tidak mau terlibat. Dari kedua konsep ini jelas pandangan dan pemahaman politik akan berbeda.
Soltau (1961 :4), Ilmu Politik yaitu ilmu yang mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain. Menurut Miriam Budiardjo (2005 : 9), Ilmu Politik akan berkait dengan pembahasan : (1) Negara, (2) Kekuasaan, (3) Pengambilan Keputusan, (4) Kebijakan Publik, (5) Distribusi / pembagian dan alokasi. Rasanya, pengertian barusan berhubungan dengan teori politik yang akan membahas tentang pemikiran soltau dan budiarjo barusan. Baiklah, sekarang kita akan masuk pada bagian teori politik. Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa phenomena. Dalam menyusun generalisasi itu, teori selalu memakai konsep-konsep, dan konsep-konsep tersebut lahir dalam pikiran (mind) manusia. Oleh karena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu loncatan. (Budiardjo, 1991 :30). Teori Politik yaitu suatu penjelajahan dari konstribusi-konstribusi utama pada pemikiran politik mulai dari teoritis-teoritis Yunani Klasik ke kontemporer. Sekiranya kita mendapat gambaran bahwa teori berperan penting dalam mengkaji suatu fenomena politik yang terjadi. Keabsahan atau relevan tidaknya suatu teori dapat kita kaji di lapangan. Dan tidak hanya itu, teori politik dalam operasinya menyangkut Tujuan dari kegiatan politik (Masyarakat /lembaga), cara-cara mencapai tujuan itu, kemungkinan - kemungkinan dan kebutuhan - kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik yang tertentu, dan Kewajiban – kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu.
Dalam sistrem politik, keberadaan trias politica sepertinya sudah menjadi bumbu yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu dibawah ini kita akan membahas pemikiran tentang trias politica dari dua ilmuan politik terkenal. Menurut John Locke, agar negara dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, perlu dibagi kekuasaannya menjadi 3 bagian. Pertama Legislatif yang membuat peraturan dan undang-undang. Kedua Eksekutif, yaitu kekuasaan melaksanakan Undang-Undang dan juga mengadili. Ketiga Federatif yaitu segala tindakan untuk menjaga keamanan negara termasuk menjalin aliansi (ikatan) dengan negara lain. Sedangkan Trias Politica Menurut Montesquieu adalah : Pertama Legeslatif yaitu kekuasaan membuat peraturan dan Undang-Undang. Kedua Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan Undang-Undang sekaligus Politik LN dan keamanan negara. Ketiga Yudikatif yaitu kekuasaan mengadili atas pelanggaran Undang-Undang. Ini yang sudah diterapkan sejak lama di Indonesia.
Negara
Empat unsure penting berdirinya suatu negara adalah wilayah, penduduk, pemerintahan dan kedaulatan atau pengakuan dari negara dunia. Definisi tentang negara banyak ditemukan dalam kajian ilmu politik. Misalnya Soltau : negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (Budiardjo, 2005 : 39). Laski juga mengatakan : Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai kewenangan yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu (ibid : 39-40). Sedangkan Calvert : Negara adalah komunitas yang diorganisir untuk suatu tujuan politik (Lawsan, 1991 : 5). Negara tidak muncul dengan sendirinya melainkan dengan beberapa kepentingan. Hal tersebut disampaikan dalam beberapa teori terbentuknya negara di bawah ini.
1. Teori Fungsionalisme
Lahirnya negara karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh individu-individu dalam suatu wilayah untuk mendapatkan keuntungan lebih dengan cara mengorganisir dan mengkoordinasikan diri mereka ke dalam suatu entitas (wujud) organisasi yang besar. Keuntungan adanya negara : Distribusi ekonomi, pelembagaan publik goods (kebutuhan), pembagian pekerjaan yang terspesialisasi.
2. Teori Marxis
Asal mula negara adalah konflik. Negara adalah suatu badan politik yang berfungsi, terutama melindungi kepentingan ekonomi klas yang dominan di dalam suatu masyarakat berklas (berstrata)
3. Teori Ketuhanan
Karena kehendak Tuhan. Pemimpin negara (Raja) dipilih dan diberi kekuasaan oleh Tuhan, bahkan ia dianggap pengganti Tuhan di dunia dengan segala hak dan sifat sakral dan sucinya (the devine right of king)
4. Teori Perjanjian Masyarakat (kontrak sosial)
Karena perjanjian antarindividu dalam suatu bangsa atau masyarakat untuk membentuk negara
5. Teori Kekuasaan
Terbentuk atas kekuasaan. Orang kuat lah yang membentuk negara tersebut, karena ia dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain.
6. Teori Kelas
Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan untuk menindas kelas lain. Negara adalah alat kelas yang mempunyai kedudukan ekonomi paling kuat dalam masyarakat untuk menindas kelas ekonomi lemah.
7. Teori Pertumbuhan Primer
Pertumbuhan negara yang berawal dari bentuk paling sederhana yang kemudian berkembang ke tingkat lebih tinggi menuju negara yang penuh pengontrolan (sentralisasi) Dari desentralisasi menuju sentralisasi kekuasaan (semestinya oleh negara) Pertumbuhan negara diawali dari masyarakat itu sendiri dan berakhir pada bentuk negara yang diktatorial
8. Teori Pertumbuhan Sekunder
Lahirnya negara melalui cara-cara : Pertumbuhan penduduk, fusi, penyerahan berdasarkan perjanjian tertentu, penguasaan oleh negara lain, proklamasi, pemisahan, dan penaikkan lumpur atau munculnya daratan dari dasar laut (delta) kemudian dihuni sekelompok orang hingga terbentuklah negara.
Dari kedelapan teori diatas, kita pastinya mengerti bahwa negara itu terbentuk berdasarkan beragam kepentingan masing-masing. Selain itu, negara juga memiliki berbagai macam fungsi yang harus kita ketahui. Adapun fungsi tersebut adalah:
1. Melaksanakan pengamanan dan penertiban (Law and Order) atau gangguan kamtibmas.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan (pertahanan negara)
4. Menegakkan keadilan
Negara bangsa adalah bentuk organisasi politik modern yang paling penting, bahkan juga merupakan wadah untuk menunjukkan identitas suatu kelompok dan ikatan emosional yang melandasi berdirinya negara tersebut. Selain itu, dalam negara demokrasi terdapa dua variasi system pemerintahan, persidensial dan parlementer. Penggunaan system kedua system pemerintahan itu ditenkankan kepada model apa yang lebih baik dan efektif dalam mencapai tujuan dan fungsi suatu negara (pilih satu presidensil atau parlementer yang cocok untuk mencapai tujuan dan fungsi suatu negara). Negara juga tidak bisa lepas dari ideology yang melandasi peraturan negara tersebut. Faham atau pandangan hidup tersebut seperti komunisme, sosialisme, fascisme, radikalisme, konservatisme, pancasilaisme dsb. Kesemua pandangan hidup tersebut merasuk dalam berbagai aspek kehidupan dalam sistem politik negara tersebut, yang mencakup antara lain: (1) aspek politik dan kenegaraan (2) aspek keagamaan dan kepercayaan dan (3) aspek ekonomi dan sosbud. Berbagai faham/pandangan hidup tersebut kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sistem politik, sehingga terwujud berbagai tipe demokrasi yang dianut oleh banyak negara seperti demokrasi liberal, demokrasi pancasila, demokrasi ala sosialis dsb.
Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata Latin “demos” = rakyat dan “cratos atau cratein” = pemerintahan. Secara sosiologis pengertian demokrasi adalah “keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masyarakat”. Dari sudut pelaksanaannya demokrasi ada 2 :
1. Direct democracy (demokrasi langsung)
Yaitu rakyat ikut secara langsung menyelenggarakan berbagai aktivitas kenegaraan dalam bidang politik, meskipun tidak banyak negara yang dapat melaksanakan demokrasi langsung di berbagai bidang tersebut. Pembuatan undang-undang melalui demokrasi langsung biasa dikenal dengan istilah “referendum”. Menurut Wolhoff, (dalam Hasan. 2003) ada 3 bentuk referendum :
a. Referendum wajib (obligatoir atau imperative) ialah meminta pendapat secara langsung dari rakyat tentang setuju-tidaknya terhadap rancangan UU yang akan diundangkan. Hasilnya bisa disetujui atau tidak tergantung rakyat.
b. Referendum tidak wajib (fakultatif) ialah meminta pendapat secara langsung dari rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap UU yang sudah berlaku, tetapi ada sementara rakyat yg menggugatnya. Hasilnya tergantung pada suara mayoritas.
c. Referendum optatif (option) ialah meminta pendapat secara langsung dari rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap rancangan UU pemerintah federal atau pemerintah pusat di wilayah negara-nedara bagian atau daerah-daerah otonom.
2. Demokrasi Tidak Langsung / Perwakilan (Indirect Democracy / Representative Democracy).
Yaitu sistem politik yg memberikan hak kepada rakyat melalui wakil-wakilnya yg menjadi anggota lembaga legeslatif untuk ikut serta menyelenggarakan aktivitas-aktivitasnya dalam kenegaraan dalam bidang politik. Cara menentukan wakilnya dengan : (1) Pemilu, (2) Pengangkatan dan (3) campuran keduanya. Lembaga legeslatif yg biasa disebut Parlemen dalam suatu negara hanya ada di tingkat pusat, untuk provinsi dan kabupaten/kota ada yg disebut Badan Legeslatif Daerah.
Tidak bisa lepas juga pembahasan ini terhadap system parlemen. Sistem Parlemen ada 2 :
1. Unikameral, yaitu sistem 1 kamar atau 1 badan, seperti masa UUD 1945 dan UUDS yaitu terdiri dari 1 kamar atau 1 badan yaitu DPR.
2. Bikameral, yaitu sistem 2 kamar atau 2 badan. Seperti masa RIS terdiri dari 2 badan yaitu DPR dan Senat.
Partai Politik
Berawal dari adanya kepentingan pemenuhan kebutuhan pribadi, keluarga, kelompok kecil masyarakat, berkembang menjadi kelompok yang lebih besar (agama seperti NU, Muhammadiyah dsb, kedaerahan seperti paguyuban Pasundan, Sarekat Sumatra, Sulawesi dsb, pendidikan seperti Budi Utomo, perdagangan seperti SDI, dan sebagainya). Maka kelompok kepentingan sebagai wadah memperjuangkan kepentingan sosial yang kemudian dikenal dengan sebutan partai politik.
Di Indonesia, lahirnya Partai Politik tersebut diawali pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia seperti SI (1912), PKI (1921), PSI (1926), PNI (1927), MASYUMI, PARTINDO, PERINDRA dsb. Setelah kemerdekaan muncul berbagai Partai lain seperti Golkar, PPP, PDI dsb. Bagaimanapun terbentuknya berbagai jenis partai tersebut, mereka dapat menentukan sikap terhadap kekuasaan, sehingga wujud perjuangannya dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu Partai Tradisional dan Modern yang kemudian terwakili dan tergabung dalam lembaga Legislatif.
Menurut Hindley (dalam Arbi Sanit, 2002:25): Orang tradisional mematuhi orang yang dituakan dan yang muda merasa berkewajiban untuk menerima kebijaksanaan orang yang lebih tua. Masyarakat menerima apa adanya, dan perubahan dilihat sebagai hal yang merugikan. Curiga terhadap kebudayaan “barat”, seperti musik, film, pakaian, hubungan baru orang yang berbeda kelamin atau cara pendekatan ilmiah terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi. Orang modern mempertanyakan susunan masyarakat sekarang, mempersoalkan kepuasan terhadap bagian demi bagian masyarakat, dan menerima pendekatan yang rasional dan ilmiah terhadap pemecahan persoalan serta menerima kebudayaan impor dari barat. Uraian barusan menggambarkan bahwa partai politik di Indonesia mempunyai hubungan dengan partai-partai yang pernah muncul sebelumnya, yang mewakili faham yang ada dalam masyarakat. Ditinjau dari segi pengorganisasiannya, maka partai sekarang lebih efektif karena umumnya punya hubungan vertikal dengan pusat. Namun secara horizontal baru beberapa partai besar saja yang punya jaringan kuat di daerah sampai pedesaan (sampai 1971 h
Komentar
Posting Komentar